Sinopsis Novel “Belenggu” Karya Armijn Pane

 

Sinopsis


Sinopsis Novel “Belenggu” Karya Armijn Pane

Oleh: Imam Basori A.



Seperti biasa, setiba di rumah, Dokter Sukartono mencari bloc-note, tempat mencatat nama orang kalau ada meneleponnya. Dokter Sukartono bertanya kepada Karno, tetapi ia tidak tahu tentang keberadaan bloc-note. Karno mengetahui bahwa Tini yang menyimpan bloc-note. Terdengar suara mobil di halaman rumah, keluarlah Tini dari mobilnya. Tidak diacuhkannya Sukartono yang sedang duduk , Tini langsung menuju ke kamar, dibuka tasnya tiba-tiba menaruh bloc-note ke atas meja di hadapan Sukartono. Sukartono terkejut dengan sikap istrinya yang tiba-tiba langsung berpaling dan menuju ke kamar tidur. Sukartono memerintahkan Abdul menyediakan mobil untuk mengobati orang sakit. Rumah nomor 45 adalah rumah Eni yang sedang sakit. Dokter Sukartono langsung memeriksanya di bagian yang dirasa sakit. Lalu, diberikannya obat kepada Eni, Sukartono berpesan bahwa dia akan menjenguk Eni kembali. Mendengar hal itu, Eni bergembira riang.

Sukartono menuntut ilmu di sekolah Geneeskundige Hooge School Betawi, tidak sedikit teman-temannya mengolok-olok dia yang berkeinginan menjadi seorang dokter. Karena dia lebih suka lagu dan seni. Namun, ada salah satu sahabatnya yang memberi nasihat kepadanya sehingga betul dia menurutinya. Surat dari saudaranya juga yang menambah sikap Sukartono menjadi sering suka belajar. Heran kawan-kawannya melihat Sukartono. Sukartono berhasil menyelesaikan sekolahnya dan sekarang membuka praktik di rumah. Masih tah heran apabila seorang pasien yang datang ke rumahnya melihat dan mendengar tustel radio di atas lemari buku.

Dijenguknya nyonya Eni oleh dokter Sukartono, nyonya Eni sudah terlihat sembuh berkat obat dari Sukartono. Eni menunjukan botol obatnya sudah habis bahwa dia telah meminumnya dengan rajin dan sekarang Nyonya Eni terlihat berpakaian lengkap yang tidak seperti kemarin memakai kimono. Ketika Sukartono keluar dari pekarangan rumah pasien, hatinya belum pernah segirang pada waktu akhir-akhir ini. Saat itu, Tini ke Vergadering pula, dia ditanya perlu datang menjemnputnya. Tini diam saja, Sukartono senang sikap Tini ditafsirkan sesuka hati. Kegirangan hatinya berubah menjadi jengkel karena dia tidak menemukan Eni di tempat dulu. Eni memberi surat yang berisi lokasi tempat tinggal baru bahwa dia telah pindah, hal itu membuat Sukartono merasa dicampakan. Eni mengetahui bahwa Sukartono akan datang, disuruh duduk dan dibukakannya peti sigaret oleh Nyonya Eni. Nyonya Eni meminta untuk ditanggalkannya baju Sukartono dan melepaskan sepatu. Sukartono merasa tercapai cita-citanya. Nyonya Eni menaruhkan kepalanya di lutut Sukartono, perasaan yang belum pernah dirasakan bersama Tini. Sepulangnya dari rumah Nyonya Eni, Sukartono heran melihat Tini belum tidur dan duduk membaca di ruang tengah. Tiba-tiba Tini berdiri dan dicampakannya buku di atas meja. Dia marah sekali kepada Sukartono soal tadi untuk dijemput. Tini mempersoalkan bahwa pasien, pasien, selamanya pasien, sedangkan istrinya terlantar. Tini masuk ke kamar tidur, pintu ditutup keras-keras kedengaran dikunci dari dalam. Sukartono terduduk dan malam itu dia tidur di sofa.

Keadaan rumah tangga ini makin memburuk karena Sukartono terlalu sibuk merawat pasien sehingga dia tidak punya waktu untuk bersama Tini. Akibatnya, Tini pun menjadi lebih aktif dengan kegiatan sosial sehingga dia tidak mengurus rumah tangga. Hal ini membuat Tono semakin menjauh, sebab dia ingin Tini menjadi istri tradisional yang bersedia menyiapkan makan dan menunggu dia di rumah. Tono dia melakukan tugas dokter dengan tulus, menolong banyak orang, bekerja siang malam, dan bahkan bersedia tidak dibayar.  Akan tetapi menurut Tini, Sukartono tidak mampu memenuhi hak sebagai seorang suami begitu pula sebaliknya. Hasilnya, mereka sering bertengkar. Mereka tidak mau mengalah dan merasa paling benar.

Suatu ketika, ada seorang pasien wanita bernama Nyonya Eni yang mengaku sakit keras memanggil Dokter Sukartono. Wanita itu meminta Dokter Sukartono datang ke hotel tempat dia menginap. Dokter Sukartono pun datang ke hotel tersebut. Setibanya di hotel, Sukartono merasa terkejut, sebab pasien yang memanggilnya adalah Yah atau Rohayah, wanita yang telah dikenalnya sejak kecil. Yah adalah teman sekelasnya sewaktu masih bersekolah di Sekolah Rakyat. Mereka lalu bercerita tentang pengalaman hidup masing­masing. Yah mengatakan dia sudah menjadi janda. Dia korban kawin paksa karena tidak tahan hidup di Palembang bersama suami pilihan orang tuanya, dia melarikan diri ke Jakarta. Selama tiga tahun dia terjun ke dunia nista dan menjadi wanita panggilan simpanan pria Belanda. Sukartono juga bercerita bahwa setelah tamat Sekolah Rakyat di Bandung, dia berpindah ke Surabaya dan belajar di sekolah kedokteran di sana. Dia menikah dengan Tini karena kecantikannya. Juga terungkap bahwa Rohayah secara diam­diam sudah sejak kecil mencintai Dokter Sukartono. Dia sering menghayalkan Dokter Sukartono sebagai suaminya. Itulah sebabnya, dia mencari alamat Dokter Sukartono. Setelah menemukannya, dia menghubungi Dokter Sukartono dengan berpura-pura sakit.

Setelah bertemu, Rohayah kemudian melancarkan serangannya dengan memberikan rayuan-rayuan dan pujian kepada Sukartono. Semula Sukartono tidak terpengaruh dengan rayuan Rohayah. Namun, setelah dirayu terus-menerus akhirnya dia jatuh juga pada rayuan Rohayah. Sukartono merasa bahwa dengan Rohayah dia bisa menemukan ketenangan hatinya yang tidak bisa dia peroleh bersama Sumartini. Waktu terus berjalan. Pada suatu hari Sukartono yang merupakan penggemar musik keroncong, diminta menjadi juri suatu lomba keroncong di Pasar Gambir. Di sana, dia bertemu dengan Hartono, seorang aktivis politik dan anggota Partindo, yang bertanya tentang istri dokter itu. Lama-kelamaan hubungan Yah dengan Tono diketahui oleh Sumartini. Betapa panas hatinya ketika mengetahui hubungan gelap suaminya dengan wanita bernama Yah. Dia ingin melabrak wanita tersebut. Secara diam­diam Sumartini pergi ke hotel tempat Yah menginap. Dia berniat hendak memaki Yah sebab telah mengambil dan dan menggangu suaminya. Akan tetapi, setelah bertatap muka dengan Yah, perasaan dendamnya menjadi luluh. Kebencian dan nafsu amarahnya tiba­tiba lenyap. Yah yang sebelumnya dianggap sebagai wanita jalang, ternyata merupakan seorang wanita yang lembut dan ramah. Ironisnya Yah mengetahui kehidupan gelap Tini dahulu sebelum menikah dengan Sukartono. Tini tertegun begitu saja ketika ia mengetahui bahwa Yah tahu banyak masa lalu Tini yang kelam.Tini merasa malu kepada Yah. Dia merasa bahwa selama ini dia bersalah pada suaminya. Dia tidak dapat berlaku seperti Yah yang sangat didambakan oleh suaminya.

Sepulang dari pertemuan dengan Yah, Tini mulai berintropeksi terhadap dirinya. Dia merasa malu dan bersalah kepada suaminya. Dia merasa dirinya belum pernah memberi kasih sayang yang tulus kepada suaminya. Selama ini dia selalu kasar kepada suaminya. Dia merasa telah gagal menjadi istri. Akhirnya, dia memutuskan untuk berpisah dengan suaminya. Pada mulanya Sukartono tidak mengizinkan keputusan Sumartini, bahkan dia juga akan berusaha mengubah hidupnya untuk lebih perhatian kepada Sumartini, tetapi karena kebulatan tekad Sumartini, akhirnya Sukartono tak kuasa juga untuk mencegahnya, mereka pun secara resmi berpisah. Hati Sukartono pun gundah. Dia merasa sedih dengan perceraian tersebut. Betapa sedih hati Dokter Sukartono akibat perceraian tersebut. Hatinya bertambah sedih saat Yah juga pergi. Yah hanya meninggalkan sepucuk surat yang mengabarkan jika dia mencintai Dokter Sukartono. Dia akan meninggalkan tanah air selama-lamanya dan pergi ke Calidonia. Dokter Sukartono merasa sedih dalam kesendiriannya. Sumartini telah pergi ke Surabaya. Dia mengabdi di sebuah panti asuhan yatim piatu. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puisi Sang Penguntai Masa Depan

  Sang Penguntai Masa Depan  _Karya: Imam Basori Alwi_  Setahun sekali memperingati hari jasamu  Hanya sehari mengenang pengabdianmu Sungguh...