Cerita Pendek
Keragaman yang Indah
Setiap
pagi hari Hakim selalu membantu ibunya mempersiapkan
dagangan untuk berjualan di pasar. Hakim adalah anak satu-satunya dari pasangan
Harto dan Darmi. Darmi sangat menyayangi putranya karena Hakim selalu berbakti
kepada kedua orang tuanya dan di kelas Hakim merupakan siswa yang berprestasi.
Darmi adalah seorang pedagang sayur-mayur di pasar, sedangkan ayah Hakim, yaitu Harto merupakan
tukang bangunan, tidak sering juga Harto bekerja dan hanya membantu istrinya
berjualan karena jika ada panggilan proyek sajalah dia akan berangkat bekerja.
Keluarga Hakim dapat dibilang keluarga yang sederhana.
Sebelum berangkat ke sekolah Hakim selalu
menyempatkan menemui ibunya ke pasar untuk meminta restu berangkat belajar di
sekolah.
“Bu, saya berangkat sekolah dulu,” kata Hakim.
“ Iya nak, sekolah yang rajin, ya,” kata Darmi.
Setelah bersalaman dan berpamitan
untuk berangkat ke sekolah, bergegaslah Hakim menuju ke rumah Martinus untuk
mengajaknya berangkat ke sekolah
bersama-sama. Setiap kali berangkat ke sekolah Hakim selalu
menghampiri temannya. Mereka adalah teman yang sangat akrab karena sudah
belasan tahun mereka berteman. Meskipun berbeda agama tidak membuat mereka
menjaga jarak dan menjadikan perbedaan adalah suatu anugrah keragaman dari
Tuhan.
“Permisi, Martinus,” Hakim memanggil.
“Oh, Hakim. Martinus keluar, sudah ada Hakim
mengajakmu berangkat ke sekolah,” Ibu Martinus memanggil.
“Baik, Bu,”
jawab Martinus.
Akhirnya, mereka berangkat ke
sekolah dan sebelum menuju ke sekolah, ada satu teman lagi yang selalu bersama
ketika berangkat ke
sekolah, ia adalah Wayan. Wayan setiap pagi bersembahyang di pura sebelum berangkat
ke sekolah. Ia penganut
agama Hindu yang taat,
seperti ayahnya yang merupakan seorang tokoh agama Hindu. Bergegaslah Hakim dan
Martinus menuju ke pura
pasti di sana sudah ada Wayan yang sedang menunggu mereka.
“ Wayan, kamu sudah selesai bersembahyang?” tanya Hakim.
“ Iya, barusan sudah selesai,” jawab Wayan.
“Ayuk, kita berangkat,” kata Martinus.
Mereka bertiga berangkat ke sekolah dengan berjalan
kaki, meskipun mereka memiliki motor, tetapi mereka lebih senang berjalan
dibanding mengendari motor ke sekolah. Mereka bertiga merupakan teman yang
sangat akrab meskipun ketiganya berbeda agama, tidak ada rasa saling
membenarkan atas keyakinan masing-masing yang dianutnya. Mereka hidup berdampingan
dan bertoleransi antarsesama manusia.
Sesampainya di sekolah, mereka duduk di dalam
kelas dan bersiap untuk menerima materi pelajaran dari guru. Hakim dan Martinus
duduk di kursi paling depan,
sedangkan Wayan duduk di kursi yang berada di belakang mereka.
“Hakim, Martinus.
Nanti sepulang sekolah
ke perpustakaan yuk?” kata Wayan.
“Emangnya kita disuruh guru cari
buku?” tanya Martinus.
“Tidak, kita baca-baca buku saja di perpustakaan,” jawab Wayan.
“Siap, nanti setelah pulang sekolah ya,” sahut Hakim.
“Iya, baiklah,” kata Martinus.
Setelah pulang dari sekolah, mereka menuju
ke perpustakaan untuk membaca dan meminjam buku. Perpustakaan berada lumayan
jauh dari sekolah, tetapi mereka lebih memilih untuk berjalan kaki dibanding
naik angkot. Mereka berjalan dengan semangat tanpa ada rasa lelah di wajah
mereka. Terlihat ada seorang nenek yang akan menyeberang jalan dan nenek tersebut menggunkan tongkat untuk dapat membantu berjalun. Terlihat
raut wajah yang
bingung dan takut
untuk menyeberang karena banyak kendaraan berlalulalang melintas di jalan raya. Melihat nenek tersebut, hati mereka tergerak
untuk membantunya, mereka akhirnya menghampiri si nenek yang berada di trotoar penyeberangan.
“Nenek ingin kemana?” tanya Hakim.
“Cu,
nenek
ingin ke tempat itu,
tetapi bingung bagaimana menyeberangnya,
banyak kendaraan yang berlalulalang,” kata Nenek.
“Kami akan bantu Nenek menyeberang,
jangan khawatir Nek,” kata Hakim.
“Terima kasih, cu,” kata Nenek.
Hakim
dan Martinus pun menggandeng Nenek tersebut untuk menyeberang,, sedangkan Wayan membantu untuk mengatur
jalan. Sebelum mereka sampai di
seberang jalan, tiba-tiba terdengar suara,
gedubrakkk. Hakim dan Martinus seketika
itu menoleh ke belakang dan kaget ternyata Wayan tertabrak
motor dan pengendara motor tersebut
pergi meninggalkan dan tidak
bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Wayan terjatuh dan tidak
sadarkan diri, mereka panik atas kecelakaan tabrak lari itu.
“Tolong, tolong, tolong,” suara Martinus meminta
tolong.
Orang-orang
membantu mengangkat Wayan ke pinggir jalan. Akhirnya, tidak berselang lama
ambulan datang untuk membawa Wayan ke rumah sakit. Hakim dan Martinus segera
menuju ke rumah sakit menemani Wayan. Hakim mencoba menghubungi orang tua dari
Wayan bahwa Wayan mengalami kecelakaan
dan sekarang berada di rumah sakit, tetapi
telepon
dari Hakim tidak diangkat. Hakim mencoba menghubungi kembali orang tua Wayan
dan akhirnya tersambung. Hakim dan Martinus sedih dan panik dengan keadaan Wayan.
“Hakim,
di mana
Wayan dirawat?” tanya Ibu Wayan dengan
terseduh-seduh.
“Wayan
sedang dirawat di Rumah Sakit
Sejahtera,” jawab Hakim.
Mereka
sedih dan khawatir dengan keadaan Wayan, mereka berdoa agar diberi keselamatan
oleh Tuhan. Dokter keluar dari ruangan Wayan dan memberikan keterangan kepada
Ibu Wayan.
“Apakah
ada yang dari keluarga saudara Wayan?” tanya Dokter.
“
Iya saya dok,
Ibu dari Wayan?” jawab Ibu Wayan.
“Bahwa
kondisi anak anda tidak parah dan mungkin dua sampai tiga hari akan sembuh”
kata Dokter.
“Baik
dokter, terima kasih Tuhan,” kata Ibu Wayan lega.
Akhirnya, Ibu Wayan
memberitahukan kepada Hakim dan Martinus bahwa kondisi Wayan baik-baik saja dan
dua sampai tiga hari akan sembuh. Mendengar kabar dari Ibu Wayan, Hakim dan
Martinus sangat gembira, dan mereka bisa bermain bersama kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar