Cerpen Pendidikan Berjudul "Andai Waktu Bisa Bilang Korupsi" Karya Imam Basori Alwi

 

Andai Waktu Bisa Bilang Korupsi

Karya: Imam Basori Alwi

 


Kabut pekat masih menyelimuti pedesaan sebelum fajar menyingsing. Suasana pedesaan masih senyap dan asri. Lorong-lorong jalan desa yang belum kembali lagi bermain. Tiba azan Subuh mengumandang di atas genting rumah-rumah Desa Mukti. Pertanda akan keluar suara air mengalir dari kran dekat sumur tua di sudut belakang rumah berdinding kayu jati. Terdengar pemuda yang sedang berkumur dan rangkaian gerakan lain yang menggunakan air sebagai sarana untuk bersuci sebelum bertemu dengan Sang Khaliq. Diambilnya sajadah yang terlipat rapi di rak yang terbuat dari anyaman bambu dan kepala ditutup dengan songkok. Lalu, sajadah panjang dihamparkan menuju ke arah kiblat.

Ayam-ayam mulai berkokok menandakan sinar fajar mulai muncul dari ufuk Timur. Itu lah waktu pemuda berperawakan tinggi dan berkulit sawo matang mengecek kembali buku-buku yang telah dipelajari pada saat malam hari untuk dibawa ke sekolah. Despin adalah pemuda itu yang terdidik dari keluarga yang berpendidikan dan taat agama. Meskipun dari keluarga yang sederhana, tetapi orang tua Despin selalu menasihati untuk menjadi orang yang bermanfaat untuk lingkungan sekitar. Kerap orang tua Despin memberikan nasihat untuk bisa memanfaatkan waktu sebaik dan sebijak mungkin karena waktu apabila bisa digunakan dengan tepat maka orang itu akan beruntung, tetapi apabila tidak bisa menggunakan dengan baik justru akan menjadi kerugian pada masanya. Sebab itu, Despin tiap hari melaksanakan salat tepat waktu dan memanajemen waktu dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Tas bermerek Polo menjadi pelindung dan tempat ilmu-ilmu Despin untuk mudah dibawa ke sekolah. Keluar dari kamar, orang tua Despin sudah menunggu di meja makan. Despin dipanggil untuk sarapan pagi sebelum berangkat ke sekolah.

“Despin, ayo sini sarapan dulu!” ajakan Ibu.

“Iya, Bu,” sahut Despin.

“Hari ini kali pertama kamu masuk di SMK Bangun Negeri, ingat ya pesan Ayah dan Ibu,” kata Ayah.

Sebelum berangkat ke sekolah Despin selalu mencari dan meminta rida dari orang tuanya, mencium tangan kedua orang tua dengan harapan apa yang dicita-citakan dapat dikabulkan oleh Allah dan menjadi anak yang saleh. Dengan perasaan senang dan bersemangat Despin mengenakan helm KYT dan bergegas ke sekolah. Dihidupkan mesin motor dan melaju dengan kecepatan sedang. Menatap depan dengan penuh kehati-hatian agar selamat sampai tujuan.

Saat perjalanan dalam hati Despin merasa sangat bahagia bisa mengenakan seragam kembali dan bertemu dengan teman-temannya nanti, setelah hampir dua tahun lamanya tidak berangkat bersekolah. Karena saat itu virus korona melanda dunia termasuk di Indonesia sehingga tidak diperbolehkan untuk masuk ke sekolah dan pembelajaran harus dilakukan secara daring. Dikhawatirkan apabila sekolah melaksanakan pembelajaran secara tatap muka akan menambah daftar nama pasien atau korban yang terkena virus korona. Namun, kini sudah mulai membaik dan Despin sangat berantusias mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah SMK Bangun Negeri.

Standar samping diturunkan dan jaket disampirkan di motor, Despin beranjak menuju ke kelas. Di setiap halaman sekolah SMK Bangun Negeri, Despin memperhatikan dengan saksama dan mengingat kenangan hanya amat sebentar pada saat itu ketika ia masih duduk di kelas X. Ia berjalan pelan dan seketika mata tertuju pada gazebo yang berada di depan kelas X Jurusan Teknik Pemesinan 1. Selintas kenangan hadir begitu cepat membuat Despin terharu pada saat waktu-waktu itu, ia bersama teman-teman sering bermain dan berbincang-bincang ketika saat jam pelajaran belum dimulai dan ketika setelah dari kantin. Setiap sudut sekolah Despin melihat dengan penuh kenangan dan berlinang air matanya. Dalam hati Despin terucap bahwa waktu itu sangat berharga karena waktu yang telah dilalui tidak akan bisa berputar kembali lagi. Tidak hanya uang yang sangat berharga dan bernilai, tetapi waktu juga bisa lebih dari uang sehingga sebanyak apa pun uang yang ada tidak akan bisa mengembalikan semua kenangan atau peristiwa yang telah dilalui.

Langkah kaki Despin mengantarkan dirinya sampai di depan kelas XII Teknik Pemesinan 1. Ia masuk ke kelas dengan langkah kaki yang siap menopang semua keteguhan dalam menuntut ilmu. Despin berhenti di tempat duduk baris nomor dua tengah dari depan, lalu ia meletakkan tas di belakang yang terhimpit di antara punggung dan sandaran kursi. Matanya tertuju pada jam yang terpasang di atas papan tulis putih dan berada di tengah atas lagi dari foto Pak Jokowi dan Pak Ma’ruf Amin yang terlihat gagah dan berwibawa menggunakan jas hitam dan berdasi merah. Jam dinding menunjukan pukul 06.30. Lalu, ia melihat sekeliling tempat duduk, ternyata Despin berangkat dan masuk ke kelas lebih awal dari teman-temannya. Nampak belum ada siswa lain yang duduk di kursi kayu selain Despin di kelas. Berselang waktu lima menit, siswa-siswa mulai berdatangan dan masuk ke kelas, lalu duduk dan mulai mengobrol asik dengan siswa yang lain yang telah lama tak berjumpa. Despin pun ikut mengobrol dengan Rafi yang duduk di sebelahnya.

“Fi, bagaimana kabar kamu?” tanya Despin tersenyum.

“Alhamdulillah, baik Pin,” jawab Rafi.

Waktu sudah menunjukan pukul 06.50, sudah mulai penuh siswa-siswa yang menduduki kursi yang sudah lama tak bertuan. Hanya saja tiga orang teman Despin belum berada di kursi mereka. Masuk tiga teman Despin dengan langkah santai meletakkan tas di atas meja. Lalu, menghampiri Despin yang sedang mengobrol dengan Rafi. Mereka pun memotong perbincangan dari Despin. Agus memulai berbicara terus terang kepada Despin, sedangkan Tono dan Bagas hanya mendorong bujukan Agus dan mengetahui tujuannya. Ternyata maksud pembicaraan dari Agus ialah mengajak Despin untuk berjajan di kantin.

“Pin, ayo ikut kami ke kantin!” ajak Agus memaksa.

“Emangnya ada apa, Gus?” tanya Despin bingung.

“Lho, masak ke kantin mau ngepel, ya kita jajan lah Pin sambil mengobrol sudah lama tidak bertemu,” sahut Tono.

“Benar tuh Pin, ayo ikut kami!” tambah Bagas.

Mendengar ajakan yang memaksa dari mereka. Despin merasa ada penolakan batin dari dalam hatinya. Tiba-tiba ia teringat pesan nasihat dari orang tuanya untuk mampu menggunakan dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Kemudian, Despin menengok jam dinding yang menunjukan pukul 06.55, pertanda kurang lima menit akan segera dimulainya pembelajaran Matematika. Melihat kondisi tersebut, Despin sangat berhati-hati memberikan jawaban terhadap ajakan dari teman-temannya.

“Sebentar lagi kan bel masuk, nanti saat istirahat saja jajan di kantin ya,” kata Despin mengingatkan.

“Alah, cuma telat sedikit kan tidak apa-apa. Pak Danu mungkin juga akan terlambat. Beliau kan sibuk biasanya,” jawab Agus.

“Bisa saja pelajaran Matematika hari ini kosong,” sahut Tono dan Bagas kompak tertawa.

“Kita harus bisa menggunakan waktu sabaik mungkin, meskipun hanya sedikit telat itu tidak baik,” kata Despin.

Agus, Tono, dan Bagas tidak mendengarkan nasihat dari Despin. Mereka hanya menyepelekan dan tidak menggubris perkataan Despin. Mereka pun pergi ke kantin dengan berjalan santai seperti tidak ada tanggung jawab yang diembannya sebagai pelajar. Kantin yang biasanya mereka jajan bertempat di sebelah kantin guru-guru, hanya saja terpisah oleh kain yang menutupi sebagai pembatasnya. Agus duduk di kursi panjang yang letaknya dekat dengan kain pembatas kantin guru, sedangkan Tono dan Bagas duduk bersebelahan dan berhadapan dengan Agus yang dibatasi di antara mereka dengan meja panjang yang berlapakan tulisan kapal api. Di samping itu, nampak Mak Ros tengah sibuk menggoreng tempe mendoan dan gorengan. Sebelum mereka sempat memesan makanan, Agus mendengar perbincangan dari sebelah kantin yang ia tempati. Ternyata suara obrolan tersebut berasal dari kantin guru. Agus merasa obrolan tersebut sangat serius. Ketika obrolan itu memulai, Agus meminta Tono dan Bagas yang sedang mengobrol dan tertawa-tawa untuk diam. Mereka bersama-sama mendengarkan obrolan yang dilakukan oleh guru-guru tersebut dengan cermat.

“Saya lihat di berita baru-baru ini ada koruptor yang tertangkap, tidak nanggung-nanggung ia menggondol sampai uang miliaran,” kata Guru PPKN.

“Emang ya, dasar tikus-tikus yang serakah. Tidak tahu kalau itu akan jadi racun baginya,” sahut Guru bahasa Indonesia.

“Iya lah, dia dapat 10 tahun lebih kurungan penjara. Padahal dia kan pintar dan sudah memiliki pekerjaan yang bagus, kenapa masih mencuri uang rakyat, ya?” tanya Guru PPKN.

“Pintar tidak menjamin dia berkelakuan baik apalagi tidak pintar. Terkadang kita tidak menyadari hal sekecil atau sepele pun bisa menjadi korupsi. Mungkin saat dulu ia masih bersekolah membolos, mengulur waktu sehingga terlambat atau pun bekerja tidak sesuai jam yang ditentukan. Itu juga namanya korupsi waktu. Wah ngeri dosa bagi pelakunya, di dunia hidup di penjara. Jika masih lolos di dunia maka di akhirat tidak akan bisa lolos, orang tersebut mendapat balasan mengangkat beban sebanyak tujuh langit,” jawab Guru Agama.

“Iya, ya, seandainya waktu bisa berbicara maka orang-orang pasti akan lebih bijak lagi,” kata Guru bahasa Indonesia.

Mendengar obrolan dari guru-guru tersebut, Agus, Tono, dan Bagas bergemetaran sampai ditanya oleh Mak Ros tidak menjawab, hanya tatapan dengan penuh ketakutan di wajah mereka. Ketika meja diketok Mak Ros, mereka langsung berlarian sampai terjungkal-jungkal menuju ke kelas. Semua siswa di kelas sampai keheranan telah kesambet apa mereka itu. Despin pun terlihat kaget dan heran apa yang telah terjadi kepada mereka. Agus, Tono, dan Bagas dengan napas tersengal-sengal meminta maaf kepada Despin yang telah menyepelekan nasihatnya. Kini, mereka sadar bahwa waktu itu sangat penting dan berarti, bukan hanya uang saja yang berharga. Ternyata waktu sering kali dikorupsi tanpa sadar oleh semua orang. Mereka berjanji akan menjadi siswa yang bertanggung jawab dan berdisiplin dalam mengatur waktu.

Despin kembali melihat jam dinding yang berada di depan. Saat itu jam menunjukan pukul 06.59 dan satu menit berlalu tiba guru Matematika memasuki kelas XII Teknik Pemesinan 1. Pembelajaran pun dimulai dengan suasana di kelas terasa sangat menyenangkan dan siswa-siswa bersemangat menerima ilmu dari Pak Guru.


Puisi Sang Penguntai Masa Depan

  Sang Penguntai Masa Depan  _Karya: Imam Basori Alwi_  Setahun sekali memperingati hari jasamu  Hanya sehari mengenang pengabdianmu Sungguh...